Tinggal
menghitung hari, kita akan memasuki era pasar bebas tingkat Asia (Asian Free
Trade Market) atau dalam istilah lain disebut MEA (Masyarakat Ekonomi Asia)
yang akan dimulai pada bulan Desember tahun 2015, sehingga dalam rangka
memasuki AFTA, setiap pelaku bisnis harus mengerti tentang seluk beluk praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana yang diatur dalam UU
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Di
negara lain keberadaan Undang-Undang Anti Monopoli sebenarnya sudah sangat tua.
Di Amerika Serikat, keberadaan Undang-Undang tersebut sudah berumur lebih dari
100 tahun yang dikenal dengan nama Shermant Act. Di Kanada pada tahun
1889 Undang-Undang semacam itu sudah dikenal, di Jepang umurnya sekitar 40
tahun, di Jerman umurnya sekitar 60 tahun dan terdapat lembaga pengawas dengan
nama Bundes Kartel Amm. Dan di Eropa sudah lama dikenal perjanjian di
antara negara-negara Eropa untuk menyelesaikan perkara-perkara atau kasus-kasus
monopoli yang terjadi yang dilakukan secara cross border atau dilakukan
secara lintas batas di berbagai negara Eropa.
Berbeda
dengan Indonesia nanti setelah dilanda berbagai krisis, mulai dari krisis
keuangan, ekonomi kemudian krisis multi-dimensi barulah pada tahun 1999,
tepatnya bulan Maret Undang-Undang tentang monopoli diterbitkan, padahal
diskusi-diskusi tentang pentingnya Undang-Undang Anti Monopoli sudah lama
dibicarakan, hal ini sudah menunjukkan begitu lambatnya kita merespon
perkembangan hukum yang sedang berlangsung saat ini yang setiap detik mengalami
perubahan terutama hukum yang mengatur mengenai masalah bisnis.
Pada
intinya Undang-Undang Anti Monopoli dirancang untuk mengoreksi
tindakan-tindakan dari kelompok pelaku ekonomi yang menguasai pasar. Karena
dengan posisi dominan maka mereka dapat menggunakan kekuatannya untuk berbagai
macam kepentingan yang menguntungkan pelaku usaha. Sehingga dengan lahirnya
Undang-Undang Anti Monopoli maka ada koridor-koridor hukum yang mengatur ketika
terjadi persaingan usaha tidak sehat antara pelaku-pelaku usaha.
Ditinjau
lebih lanjut sebenarnya terjadinya suatu peningkatan konsentrasi dalam suatu
struktur pasar dapat disebabkan oleh beberapa hal yang dapat menimbulkan
terjadinya monopolistik di antaranya adalah pembangunan industri besar dengan
teknologi produksi massal (mass production) sehingga dengan mudah dapat
membentuk struktur pasar yang monopolistik dan oligopolistik, kemudian faktor
yang lain adalah pada umumnya industri atau usaha yang besar memperoleh
proteksi efektif yang tinggi, bahkan melebihi rata-rata industri yang ada
kemudian faktor yang lain adalah industri tersebut memperoleh kemudahan dalam
mendapatkan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih
baik, dan dengan adanya berbagai usaha yang menghambat usaha baru.
Sebagai
akibatnya pelaku usaha yang memiliki industri tersebut membentuk kelompok dan
dengan mudah memasuki pasar baru serta pada tahap selanjutnya akan melakukan
diversifikasi usaha dengan mengambil keuntungan dari kelebihan sumber daya
manusia dan alam serta keuangan yang berhasil dikumpulkan dari pasar yang ada.
Sehingga,
pada tahap selanjutnya struktur pasar oligopolistik dan monopolistik tidak
dapat dihindarkan, akan tetapi bukan pula bahwa lahirnya direncanakan. Oleh
sebab itu pada negara-negara berkembang dan beberapa negara yang sedang
berkembang struktur pasar yang demikian perlu ditata atau diatur dengan baik,
yang pada dasarnya akan mengembalikan struktur pasar menjadi pasar yang lebih
kompetitif. Salah satu cara dengan menciptakan Undang-Undang Anti Monopoli
sebagaimana dalam Undang-Undang Anti Monopoli yang saat ini berlaku di Indonesaia,
yang dimaksudkan untuk membubarkan grup pelaku usaha yang telah menjadi
oligopoli atau trust akan tetapi hanya ditekankan untuk menjadi salah
satu alat hukum untuk mengendalikan perilaku grup pelaku usaha yang marugikan
masyarakat konsumen.
Jenis
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Secara
garis besar jenis persaingan usaha yang tidak sehat yang terdapat dalam suatu
perekonomian pada dasarnya adalah : (1) Kartel (hambatan horizontal), (2)
Perjanjian tertutup (hambatan vertikal), (3) Merger, dan (4) Monopoli.
Persaingan
usaha tidak sehat pertama yakni kartel atau hambatan horizontal adalah suatu
perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis antara beberapa pelaku usaha untuk
mengendalikan produksi, atau pemasaran barang atau jasa sehingga diperoleh
harga tinggi. Kartel pada gilirannya berupaya untuk memaksimalkan keuntungan
pelaku usaha yang mana kartel merupakan suatu hambatan persaingan yang paling
banyak merugikan masyarakat, sehingga di antara Undang-Undang Monopoli di
banyak negara kartel dilarang sama sekali. Hal ini karena kartel dapat merubah
struktur pasar menjadi monopolistik. Kartel juga dapat berupa pembagian wilayah
pemasaran maupun pembatasan (quota) barang atau jasa. Dalam keadaan
perekonomian yang sedang baik kartel dengan mudah terbentuk, sedangkan kartel
akan terpecah kalau keadaan ekonomi sedang mengalami resesi. Selain kartel juga
akan mudah terbentuk apabila barang yang diperdagangkan adalah barang massal
yang sifatnya homogen sehingga dengan mudah dapat disubstitusikan dengan barang
sejenis dengan struktur pasar tetap dipertahankan. Persaingan usaha tidak sehat
yang kedua adalah perjanjian tertutup (exclusive dealing) adalah suatu
hambatan vertikal berupa suatu perjanjian antara produsen atau importir dengan
pedagang pengecer yang menyatakan bahwa pedagang pengecer hanya diperkenankan
untuk menjual merek barang tertentu sebagai contoh sering kita temui bahwa
khusus untuk merek minyak wangi tertentu hanya boleh dijual di tempat yang
eksklusif. Dalam kasus ini pedagang pengecer dilarang menjual merek barang lain
kecuali yang terlah ditetapkan oleh produsen atau importir tertentu dalam pasar
yang bersangkutan (relevant market). Suatu perjanjian tertutup dapat
merugikan masyarakat dan akan mengarah ke struktur pasar monopoli.
Jenis
persaingan usaha yang ketiga adalah merger. Secara umum merger dapat
didefinisikan sebagai penggabungan dua atau lebih pelaku usaha menjadi satu
pelaku usaha. Suatu kegiatan merger dapat menjadi suatu pengambilalihan (acquisition)
apabila penggabungan tersebut tidak diinginkan oleh pelaku usaha yang digabung.
Dua atau beberapa pelaku usaha sejenis yang bergabung akan menciptakan
integrasi horizontal sedangkan apabila dua pelaku usaha yang menjadi pemasok
pelaku usaha lain maka akan membentuk integrasi vertikal. Meskipun merger atau
pengambilalihan dapat meningkatkan produktivitas pelaku usaha baru, namun suatu
merger atau pengambilalihan perlu mendapat pengawasan dan pengendalian, karena
pengambilalihan dan merger dapat menciptakan konsentrasi kekuatan yang dapat
mempengaruhi struktur pasar sehingga dapat mengarah ke pasar monopolistik.
Persaingan
usaha yang tidak sehat akan melahirkan monopoli. Bagi para ekonom defenisi
monopoli adalah suatu struktur pasar dimana hanya terdapat satu produsen atau
penjual. Sedangkan pengertian monopoli bagi masyarakat adalah adanya satu
produsen atau penjual yang mempunyai kekuatan monopoli apabila produsen atau
penjual tersebut mempunyai kemampuan untuk menguasai pasar bagi barang atau
jasa yang diperdagangkannya, jadi pada dasarnya yang dimaksud dengan monopoli
adalah suatu keadaan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) hanya ada
satu produsen atau penjual, (2) tidak ada produsen lain menghasilkan produk
yang dapat mengganti secara baik produk yang dihasilkan pelaku usaha monopoli,
(3) adanya suatu hambatan baik secara alamiah, teknis atau hukum.
Kalau
kita melihat hal tersebut di atas maka ada beberapa faktor yang dapat
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat di antaranya adalah (1)
kebijaksanaan perdagangan, (2) pemberian hak monopoli oleh pemerintah, (3)
kebijaksanaan investasi, (4) kebijaksanaan pajak, (5) dan pengaturan harga oleh
pemerintah.
Dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pengaturan monopoli terdapat 2 (dua)
kelompok karakteristik yaitu:
- kelompok pasal yang memiliki karakteristik
rule of reason dan
- kelompok pasal yang memiliki
karakteristik perse illegal
Rule
of reason dapat diartikan bahwa dalam
melakukan praktik bisnisnya pelaku usaha (baik dalam melakukan perjanjian,
kegiatan, dan posisi dominan) tidak secara otomatis dilarang. Akan tetapi
pelanggaran terhadap pasal yang mengandung aturan rule of reason masih
membutuhkan suatu pembuktian, dan pembuktian ini harus dilakukan oleh suatu
majelis yang menangani kasus ini yang dibentuk oleh KPPU (Komisi Pengawas
Persaingan Usaha) , kelompok pasal ini dapat dengan mudah dilihat dari teks
pasalnya yang dalam kalimatnya selalu dikatakan sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Sedangkan
yang dimaksud dengan perse illegal (atau violation atau offense)
adalah suatu praktik bisnis pelaku usaha yang secara tegas dan mutlak dilarang,
sehingga tidak tersedia ruang untuk melakukan pembenaran atas praktik bisnis
tersebut.
Demikian
tulisan singkat ini yang sedikit membahas mengenai persaingan usaha tidak sehat
dan praktek monopoli yang terdapat dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, semoga menjadi pencerahan
bagi kita dalam menjalankan usaha dan dalam rangka menyambut dan menghadapi era
pasar bebas kawasan Asia yang tinggal menghitung hari.
Penulis:
Muliyawan, S.H., M.H., Hakim pada Pengadilan Negeri Palopo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar