Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan
tidak hanya dihadapi oleh Negara yang sedang berkembang namun negara maju
sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaan nya hanya terletak
pada proporsi besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang
terjadi serta tingkat kesulitan mengatasi nya sangat dipengaruhi oleh jumlah
penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan semakin besar pula tingkat
kesulitan mengatasinya. Kemiskinan itu sendiri adalah ketidakmampuan seseorang
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan dan kesehatan. Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan adalah
sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat misalnya memiliki
jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin yaitu orang yang
tidak sejahtera atau bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis
kemiskinan.
Di Indonesia sendiri ada 2 masalah besar yang
dihadapi yaitu kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Faktanya pada tahun 1976
– 1981 menunjukan tingkat kemiskinan didaerah perkotaan dan pedesaan, dengan
kecenderungan angka dibawah garis kemiskinan turun lebih tajam di daerah
pedesaan. Tahun 1981 diperkirakan terdapat 40.6 juta orang Indonesia dibawah
garis kemiskinan, dimana 31.3 juta orang diantaranya berada di wilayah
pedesaan, dan 9.3 juta sisanya ada diwilayah perkotaan. Antara tahun 1976 –
1981 itu lah yang merupakan tahun tahun bonanza minyak, penurunan angka
kemiskinan rata rata pertahun menurut BPS adalah 5.6%. Setelah 1981, pendapatan
Indonesia dari ekspor minyak mulai turun, dan pemerintah menghadapi serangkaian
kebijakan yang didesain untuk peningkatan ekspor non minyak, melakukan
verifikasi dasar pajak dalam negeri, menarik lebih banyak investasi asing, melakukan
deregulasi sektor keuangan dan juga meningkatkan efisensi sektor perusahaan
publik.
Tahun 1987-1996, terjadi penurunan angka garis
kemiskinan yang lebih lambat. Hal ini terutama terjadi di daerah pedesaan,
sedangkan pada tahun 1976-1987 jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan di
daerah pedesaan menurun hampir 7% per tahun, dan antara 1987 – 1996, tingkat
penurunan angka kemiskinan tiap tahun melambat menjadi hanya sekitar 3% per
tahun. Antara tahun 1993 dan 1996, hasil Gini koefisien terhadap pengeluaran
per kapita di daerah perkotaan Indonesia meningkat 0,33- 0,36; di daerah
pedesaan meningkat hanya sedikit, dan tetap jauh lebih rendah dari daerah
perkotaan. Peningkatan kemiskinan relatif di daerah daerah pedesaan juga jauh
lebih rendah. Pada tahun 1996, jumlah penduduk di desa yang pengeluarannya di
bawah setengah pengeluaran rata-rata, mencapai setengah dari jumlah penduduk di
perkotaan. Ada juga bukti bahwa sejak pertengahan 1980-an mekanisme yang mempromosikan
sebuah distribusi pendapatan yang egaliter di daerah pedesaan, mungkin berjalan
kurang efektif di bandingkan pada dekade 1975-1985.
Pengalaman dari tahun
1987-1999 menunjukan bahwa elastisitas kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi
menurun di Indonesia. Dengan kata lain, pertumbuhan yang cepat pada tahun
1987-1999 disertai dengan peningkatan ketidakmerataan, terutama di daerah
perkotaan, dan peningkatan ketidakmerataan ini mengurangi dampak pertumbuhan
pada penurunan tingkat kemiskinan. Pada tahun 1996, 43% dari penduduk miskin
berada di luar Jawa dan Bali. Lebih dari 20% berada di Kalimantan, Sulawesi dan
kepulauan bagian timur (NTT, NTB, Timor Timur dan Maluku). Tampaknya masih
banyak yang meragukan teori yang mengatakan bahwa sektor pertanian yang
relative terbelakang ditambah lagi dengan kepemilikan tanah yang sempit
merupakan faktor utama yang menyebabkan tingginya angka kemiskinan di daerah
pedesaan. Kemudian setelah perkembangan jaman dari yang sudah sudah pada tahun
2011 hingga 2012 cenderung menurun. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada
tahun 2012 sebesar 29.13 juta orang yang berkurang 0.89 juta orang dibandingkan
dengan penduduk miskin pada tahun 2011 yang berjumlah 30.02 juta orang. Berdasarkan
daerah tempat tinggal, selama tahun 2011 – 2012 penduduk miskin di daerah
perkotaan dan pedesaan masing masing turun 399.5 ribu orang dan 487 ribu orang.
Upaya pengentasan kemiskinan di daerah akan dapat
terwujud bila terbangunnya serta melembaganya jaringan komunikasi, koordinasi
dan kerjasama dari tiga pilar yang ada di daerah, yaitu Pemerintah Daerah,
Masyarakat, dan kelompok peduli (LSM, swasta, perguruan tinggi, ulama/tokoh
masyarakat, dan pers).