Minggu, 21 Juni 2015

PEREKONOMIAN HIJAU INDONESIA

Sejak dahulu Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Doktrin tersebut memang merupakan fakta. Dari sektor hutan sendiri saja, Indonesia menyimpan keanekaragaman hayati yang begitu besar sehingga dikenal sebagai mega-biodiversity country. Hutan tropis Indonesia yang tersebar di berbagai pulau diperkirakan merupakan habitat dari 30-40 ribu jenis tumbuhan. Indonesia pun tercatat pernah menguasai 10% luas hutan tropis yang tersisa di dunia (sekitar 100 juta hektar) dan berada di urutan kedua setelah Brasil.

Mengapa pernah? Karena anugerah tersebut hanya dapat dipertahankan sampai tahun 1995 saja. Di tahun 2006, Indonesia dinobatkan menjadi negara yang juga urutan kedua, namun dalam hal laju kehilangan hutan terbanyak, yakni sebesar 1,8 juta hektar per tahun dalam kurun waktu 2000-2005. Di tahun 2007, luas hutan Indonesia pun diperkirakan hanya tinggal 88 juta hektar dan menjadi hanya peringkat ke-8 dunia setelah Kongo dalam hal penguasaan hutan tropis yang tersisa di dunia. Sangat sedikit masyarakat yang menyadari bahwa kelestarian hutan sangatlah penting. Mindset orang pada umumnya adalah hutan lebih menguntungkan untuk dialihfungsikan menjadi lahan tambang, perkebunan ataupun ditebang secara serampangan untuk dijual sebagai kayu gelondongan. Padahal, hal tersebut sangat memicu pelepasan cadangan karbon ke alam yang tentunya memperburuk efek global warming yang sudah terjadi. Efek global warming yang sangat dikhawatirkan di Indonesia saat ini adalah kenaikan permukaan air laut akibat melelehnya tutupan es dunia seiring meningkatnya suhu global. Hal yang menghawatirkan tersebut juga mempengaruhi masyarakat yang hidup di sekitar hutan yang memanfaatkan hasil hutan tersebut sebagai sumber penghidupan. Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di desa-desa di dalam dan sekitar hutan yang kehidupannya bergantung pada sumber daya hutan.

Lalu, adakah solusi untuk pelestarian hutan yang dapat turut berkontribusi bagi perekonomian? Jawabannya adalah green economy (ekonomi hijau). Ekonomi hijau sering disalah artikan dengan pelarangan total terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Paradigma tersebut salah besar. Prinsip ekonomi hijau yaitu  kegiatan ekonomi serta pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan selama tidak merusak lingkungan. Salah satu upaya penerapan ekonomi hijau untuk mengurangi pembalakan liar adalah pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Hutan Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar menyimpan potensi besar selain pemanfaatan kayu hasil penebangan. Menurut data dari Departemen Kehutanan, dari 30-40 ribu spesies tumbuhan di hutan tropis Indonesia, 20 % diantaranya memberikan hasil hutan berupa kayu dan bagian terbesar yakni 80 % justru memiliki potensi memberikan hasil hutan bukan kayu. Pengembangan HHBK pun dapat melibatkan masyarakat sekitar hutan itu sendiri. Pelibatan masyarakat tentunya harus diiringi dengan edukasi dan pembinaan karena tidak dapat dipungkiri umumnya pengetahuan masyarakat mengenai HHBK masih sangat rendah, disamping taraf pendidikan masyarakat sekitar hutan itu sendiri juga yang umumnya masih rendah. Dengan dimanfaatkannya HHBK secara lestari, selain dapat mengangkat taraf hidup warga yang sangat bergantung pada hasil hutan, keseimbangan ekosistem pun dapat terjaga karena hutan sebagai habitat kenekaragaman hayati.

Dari penjelasan ekonomi hijau diatas bahwa pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan bukanlah pilihan yang tidak mungkin. Kunci ekonomi hijau merupakan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. Jangan sampai doktrin masa lampau mengenai Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam tadi pupus karena alam yang rusak akibat generasi saat ini tidak bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar